About

Seo Services
Penjelasan Sholat Jumat

 

Pengertian Sholat Jumat

Sholat Jumat adalah sholat 2 rokaat yang dilakukan di hari Jumat secara berjamaah setelah khutbah Jumat setelah masuk waktu Dhuhur.


Hukum Sholat Jumat

Hukum sholat jumat bagi laki-laki adalah wajib. Hal ini berdasarkan dalil sholat Jumat yang diambil dari Al Qur’an, As-Sunnah dan ijma atau kesepakatan para ulama. Dalilnya adalah surat Al Jumu’ah ayat 9 yang berbunyi,

Hai orang-orang yang beriman, apabila diserukan untuk menunaikan sholat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli."

Sedangkan hadist Nabi yang memerintahkan untuk melaksanakan sholat Jumat adalah dari hadist Thariq bin Syihab yang bunyinya,

Jumatan adalah hak yang wajib atas setiap muslim dengan berjamaah, selain atas empat (golongan), yakni budak sahaya, wanita, anak kecil atau orang yang sakit." (HR. Abu Dawud)


Yang Diwajibkan Sholat Jumat

Hal-hal yang perlu diketahui tentang siapakah yang diwajibkan untuk melakukan sholat Jumat, berikut penjelasannya.

  1. Muslim yang sudah baligh dan berakal. Meski anak laki-laki yang belum baligh belum mendapatkan kewajiban untuk melaksanakan sholat Jumat namun hendaknya anak laki-laki yang sudah mumayyiz (berumur sekitar 7 tahun ) maka orang tua atau walinya diminta untuk memerintahkan anak tersebut menghadiri sholat Jumat.
  2. Laki-laki. Tidak ada kewajiban melakukan sholat Jumat bagi perempuan. Maka hukum sholat Jumat bagi wanita adalah mubah.
  3. Orang yang merdeka, bukan budak sahaya. Pada poin ini, terdapat perbedaan pendapat antar ulama, karena berdasarkan hadist, hamba sahaya atau budak tidak wajib melakukan sholat Jumat. Dasar pemikirannya adalah karena tuannya sangat memerlukan tenaganya sehingga sang hamba sahaya tidak dapat leluasa melakukan sholat Jumat. Namun sebagian ulama menyatakan, bila majikannya mengizinkan dirinya untuk melakukan sholat Jumat maka sang hamba sahaya wajib menghadiri sholat Jumat tersebut karena tidak ada lagi uzur yang menghalangi. Pendapat ini dikuatkan oleh as-Syaikh Muhammad bin Shalih as-‘Utsaimin (Asy-SyarhulMumti’ 5/9).
  4. Orang yang menetap dan bukan musafir ( orang yang sedang bepergian ). Dasar pemikirannya adalah ketika Rasulullah SAW dahulu melakukan safar atau bepergian, beliau tidak melakukan sholat Jumat dalam safarnya. Pun ketika Nabi SAW menunaikan haji wada’ di Padang Arafah ( wukuf ) pada hari Jumat beliau menjama’ sholat dhuhur dan ashar dan tidak melakukan shalat Jumat.
  5. Orang yang tidak memiliki halangan atau uzur yang dapat mencegahnya menghadiri shalat Jumat. Apabila orang tersebut memiliki halangan, maka dia hanya wajib melakukan sholat dhuhur saja. Diantara orang yang memiliki uzur dan diperbolehkan meninggalkan shalat Jumat adalah seseorang yang memiliki tanggung jawab keamanan dan kemaslahatan umat, diantaranya adalah petugas keamanan, dokter dan sebagainya.
  6. Orang sakit yang membuatnya tidak mampu menghadiri shalat Jumat dan akan menemui kesulitan untuk melaksanakan bukan sekedar perkiraan, seperti terkena diare misalnya, maka diperbolehkan tidak melakukan shalat Jumat. 
Maka bagi yang diwajibkan sholat Jumat sebagaimana di atas namun tidak mengerjakan dengan uzur syar’i, hukum meninggalkan sholat Jumat adalah haram.

Sumber : Klik Disini

kakazouli Jumat, 24 April 2015
Membahas Rukun Islam Yang Kelima

Rukun Islam yang Kelima : Pergi Haji Kebaitullah Bagi yang Mampu

Pengertian haji, secara bahasa:
القصد
“Bermaksud”

Secra syar’i:
القصد إلى البيت الحرام، لأعمال مخصوصة، في زمن مخصوص

“Bermaksud pergi kebaitullah untuk melaksankan amalan-amalan tertentu di waktu tertentu.” (Taisirul ‘Alaam, hlm 418)

Dalil di wajibkannya haji
Allah Subhaanahu wata’ala berfirman :
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (Ali Imran : 97)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا

“Wahai manusia, sungguh Allah telah memfardhukan (mewajibkan) atas kalian haji, maka berhajilah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Barangsiapa yang mengingkari kewajiban haji kebaitullah sungguh dia telah kafir, dan barangsiapa yang mampu berhaji namun tidak pergi haji maka dia telah melakukan dosa besar. Haji diwajibkan seumur hidup sekali, lebih dari itu hukumnya sunnah.

Diwajibkan seseorang menunaikan ibadah haji dengan beberapa syarat
  1. Islam tidak wajib bagi orang kafir dan tidak sah.
  2. Berakal, tidak wajib bagi orang gila dan tidak sah pada saat gilanya.
  3. Baligh, tidak wajib bagi anak kecil
  4. Merdeka, tidak wajib bagi seorang budak.
  5. Memiliki kemampuan. Orang yang tidak mampu tidak wajib haji. (al-fiqh al-muyasar, hlm 174. Dengan diringkas)

Haji mempunyai rukun yang harus dikerjakan,
  1. Ihram, yaitu niat masuk dalam rangkaian ibadah haji. Dikarenakan haji ibadah semata tidak sah tanpa niat menurut ijma kaum muslimin dan niat tempatnya dihati.
  2. Wuquf di Arafah. Ini adalah rukun haji menurut ijma (kesepakatan) ulama
  3. Thawaf Ifadhah. Ini adalah rukun menurut ijma (kesepakatan) ulama
  4. Sa’i antara Shafa dan Mar’wah. (al-fiqh al-muyasar, hlm 174. dan Ash-Shahih minal Atsar Fi Khutbatil Mimbar, hlm 179)

Perkara-perkara wajib yang harus dikerjakan pada saat haji
  1. Ihram dari miqat (tempat tetentu yang telah ditetapkan dalam syar’iat)
  2. Wukuf di arafah sampai malam bagi orang yang datang pada siang hari
  3. Mabit (bermalam) di Muzdalifah pada malam an-nahr (idul qurban)
  4. Mabit di Mina pada hari-hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijah).
  5. Melempar jumrah secera  berurutan
  6. Menggundul rambut atau mencukur seluruh rambut kepala. Adapun wanita cukup memotong sepanjang ruas jari dari rambut kepalanya.
  7. Tawaf wada’ (silahkan lihat al-fiqh al-Muyasar, hlm 187 dan Ash-Shahih minal Atsar Fi Khutbatil Mimbar, hlm 179).
Sumber : Klik Disini

kakazouli
Membahas Rukun Islam Yang Keempat

Rukun Islam yang Keempat: Puasa dibulan ramadhan

Pengertian puasa, secara bahasa:

الإمساك عن السيئ

“Menahan dari sesuatu” (al-Fiqh al-Muyasar, hlm 151).

Secara syar’i:

التعبد لله سبحانه وتعالى بالإمساك عن الأكل, والشرب, وسائر المفطرات, من طلوع الفجر إلى غروب الشمس

“Beribadah kepada Allah dengan menahan dari makan, minum dan seluruh pembatal puasa dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.” (Syarhul Mumti’:6/298).).

Dalil di wajibkannya puasa di bulan ramadhan

Allah Subhaanahu wata’ala berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

”Wahai orang – orang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas  orang – orang sebelum kamu agar kamu bertakwa “ (Al Baqarah : 183).

Dalil dari hadits,

أَنَّ أَعْرَابِيًّا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَائِرَ الرَّأْسِ …. فَقَالَ أَخْبِرْنِي مَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصِّيَامِ فَقَالَ شَهْرَ رَمَضَانَ إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا

Bahwasannya seorang arab badui datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam  yang telah beruban rambutnya seraya berkata:  “….. Ya Rasulullah beritahukan kepadaku puasa yang Allah fardhukan (wajibkan -ed) kepadaku.” Beliau shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab:“Puasa Ramadhan kecuali kalau engkau mau yang tathawwu’ (puasa Sunnah).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Barangsiapa mengingkari kewajiban puasa di bulan ramadhan sungguh dia telah kafir, adapun jika meyakini kewajiban puasa dibulan ramadhan tetapi dia tidak mengerjakannya maka hal itu merupakan dosa yang sangat besar. Sebagaimana dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Abu Umamah Al Bahili Radiyallahu ‘Anhu berkata Rasulullah shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِى رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعَىَّ فَأَتَيَا بِى جَبَلاً وَعْرًا فَقَالاَ لِىَ : اصْعَدْ فَقُلْتُ : إِنِّى لاَ أُطِيقُهُ فَقَالاَ : إِنَّا سَنُسَهِّلُهُ لَكَ فَصَعِدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِى سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا أَنَا بَأَصْوَاتٍ شَدِيدَةٍ فَقُلْتُ : مَا هَذِهِ الأَصْوَاتُ قَالُوا : هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِى فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا قَالَ قُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ قَالَ : هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ

”Ketika aku tidur datang kepadaku dua orang laki-laki, mereka berdua mengambil kedua lenganku, mereka membawaku kegunung dengan jalan yang kasar (tidak rata), mereeka berkata kepadaku mendakilah, maka aku berkata: saya tidak mampu mendakinya, mereka berkata kami akan memudahkanmu, maka aku mendakinya ketika sampai dipuncak gunung aku mendengar suara yang sangat kencang dan aku bertanya: suara apa ini? mereka berkata ini teriakan penduduk neraka, kemudian mereka membawaku ketempat yang lain, kemudian saya melihat sebuah kaum yang tergantung dengan kaki di atas, serta mulut mereka terbelah dan mengalir darinya darah, aku berkata siapa mereka, mereka menjawab mereka adalah orang – orang yang berbuka sebelum waktu berbuka ” (HR. an-Nasa’i no 3273-, Ibnu Hibban no 7491 dan Hakim no 1568 di shahihkan oleh syaikh Muqbil al-Jami’ Shahih:2/421-422)

Syarat diwajibkan seseorang berpuasa pada bulan ramadhan :
 
  • Islam : Tidak sah orang kafir berpuasa sampai masuk islam. 
  • Berakal : Tidak sah orang gila sampai berakal
  • Baligh, anak kecil tidak wajib puasa.
  • Mampu berpuasa, orang yang sakit yang tidak mampu berpuasa tidak wajib berpuasa, begitupun bagi orang yang sudah lanjut usia yang sudah tidak mampu berpuasa.
  • Mukim, tidak wajib berpuasa bagi musafir.
  • Tidak lagi haid dan nifas : Tidak sah orang yang sedang haid dan nifas sampai bersih dari haid dan nifas. (Fiqih Muyyasar dengan diringkas, hlm 153)

Perkara-Perkara yang Membatalkan Puasa
  • Makan dan minum dengan sengaja, jika lupa tidak membatalkan puasa. 
  • Keluar mani dengan sebab, mencium, sentuhan atau onani adapun jika dikarenakan mimpi tidaklah membatalkan puasa.
  • Jima’ (melakukan hubungan suami istri) disiang hari di bulan ramadhan.
  • Haid dan Nifas
  • Muntah dengan sengaja. Mayoritas ulama berpendapat bahwa muntah dengan sengaja membatalkan puasa.
  • Murtad

Sumber : Klik Disini

kakazouli
Membahas Rukun Islam yang Ketiga


Rukun Islam yang Ketiga: Menunaikan Zakat
Pengertian Zakat, secara bahasa : 

النماء و الزيادة
“Berkembang dan tambahan”

Secara syar’i :

عبادة عن حق يجب في المال الذي بلغ نصابا معينا بشورط مخصوصة, لطائفة مخصوصة

“Sebuah ibadah dari hak yang diwajibkan atas harta yang telah mencapai nishab (ukuran) tertentu dengan syarat-syarat tertentu dikeluarkan kepada sekelompok orang tertentu.” (al-Fiqh al-Muyasar, hlm137).


Dalil di wajibkannya zakatAllah Subhaanahu wata’aala berfirman:

وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (al-Baqarah:110)

Allah Subhaanahu wata’aala berfirman :

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (at-Taubah:103)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ
“Aku diuntus untuk memerangi manusia sampai dia bersyahadat Laa Ilaha Illallah (tidak ada ilah/sesembahan yang haq kecuali Allah) dan Muhammadarrasulullah (Muhammad utusan Allah), mendirikan shalat, menunaikan zakat apabila mereka melakukan hal itu terjaga dariku darah mereka, harta mereka kecuali hak islam dan perhitungan disisi Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Barangsiapa yang mengingkari kewajiban zakat sungguh dia telah kafir. Dan barangsiapa yang mempunyai kewajiban zakat namun tidak mengeluarkannya maka dia telah berbuat dosa besar. Allah Subhaanahu wata’aala berfirman:

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka :

 “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (at-Taubah:34-35).

Zakat dalam syariat kita tebagi menjadi dua:

    Zakatul Am-Waal (zakat harta) yaitu yang terkait dengan harta.
    Zakatul Abdaan (zakat badan) yaitu yang terkait dengan badan yaitu zakat fitrah.

Zakat am-Waal (harta) diwajibakan dengan syarat-syarat tertentu

    Islam, tidak wajib bagi orang kafir
    Orang merdeka, tidak wajib bagi seorang budak
    Mencapai nishabnya (kadar harta) yang wajib dizakati
    Sempurna haulnya (telah sempurna satu tahun)

Harta yang wajib untuk keluarkan zakatnya

    Bahiimatul An’aam (hewan ternak) yaitu unta, sapi dan kambing.
    An-Naqdan (dua mata uang), yaitu emas dan perak. Dan yang mempunyai kedudukan seperti itu, seperti uang kertas yang digunakan pada hari/masa ini.
    Harta perdagangan, yaitu setiap apa yang dipersiapkan untuk jual beli dengan tujuan mencari untung.
    Yang keluar dari bumi, terdiri dari khintah, syair, zabiib (kismis, anggur yang dikeringkan) dan tamr (kurma)



 Zakatul Abdaan yaitu zakat fitrah, diwajibkan dengan dua syarat

    Islam
    Adanya kelebihan dari makanan pokok dari kebutuhannya untuk hari ied dan malamnya (al-Fiqih al-Muyasar, hlm 143)



Kepada siapa zakat dikeluarkan

    Zakatul amwal (harta)

Untuk zakat harta dikeluarkan kepada delapan golongan yang Allah sebutkan dalam surat at-taubah

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ

فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (at-Taubah:60)

    Zakatul Fitr

Sebagian ulama berpendapat dikeluarkan kepada orang miskin. Dan insya Allah ini pendapat yang terpilih berdasarkan hadits Ibnu Abbas
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم– زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً

لِلْمَسَاكِينِ

“Rasulullah mewajibkan zakat fithri, pensuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia, yang jelek dan (memberi) makanan bagi orang miskin.” (HR. Abu Dawud no 1609 dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani di shahih sunnan Abi Dawud no 1420).

Sumber : Klik Disini

kakazouli
Membahas Rukun Islam Yang Kedua


Rukun Islam yang Kedua: Mendirikan Shalat

Pengertian Shalat, secara bahasa:  الدعاء (doa)

Dan secara syar’i:
عبادة ذات أقوال وأفعال مخصوصة, مفتتحة بالتكبير ومختتمة بالتسليم مع النية

“Ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu yang dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam disertai niat.”  (Al-Fiqh al-Muyasar, hlm 59).

Dalil di wajibkannya shalat

Allah subhaanahu wata’aala berfirman :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.“ (Al-Bayyinah : 5)



Dalam  sebuah hadits :
أَنَّ أَعْرَابِيًّا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَائِرَ الرَّأْسِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي مَاذَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا

Bahwasannya seorang arab badui datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam yang telah beruban rambutnya seraya berkata:  “Ya Rasulullah beritahukan kepadaku shalat yang Allah fardhukan (wajibkan -ed) kepadaku.” Beliau shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Shalat yang lima (waktu) kecuali kalau engkau mau yang tathawwu’ (shalat Sunnah).” (HR. Bukhari dan Muslim).

Barangsiapa yang mengingkari kewajiban shalat maka sungguh dia telah kafir menurut kesepakatan para ulama dan barangsiapa meninggalkan shalat dengan sengaja sungguh dia telah melakukan perbuatan dosa besar bahkan sebagian ulama mengatakan dia telah melakukan perbuatan kekafiran walaupun dia menyakini kewajibannya dan ini pendapat yang benar, berdasarkan dalil-dalil yang ada, dan diantaranya. Allah Subhaanahu wata’aala berfirman :

وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَلا تَكُونُوا مِنَ المُشْرِكِينَ

“Serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.”   (ar-Ruum : 31)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ

“Sesungguhnya pembatas antara seseorang dan kesyirikkan dan kekufuran adalah meninngalkan shalat.” (HR. Muslim)

 Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjajian antara kami dengan mereka adalah shalat, barangsiapa yang meninggalkan shalat sungguh dia telah kafir.” (HR. An-Nasai, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Berkata asy-Syaikh Al ‘Allamah Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah: ”Kami mendapati didalam Al-kitab (Al-Qur’an) dan as-Sunnah dalil keduanya menunjukkan atas kafirnya orang yang meninggalkan shalat, dengan kekufuran yang besar yang mengeluarkan pelakunya dari agama islam.” (Hukmu Taarikis Shalah, Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin: 6)

Syarat-syarat Shalat
  • Islam 
  • Berakal
  • Tamyiz (dapat membedakan yang baik dan yang buruk)
  • Menghilangkan hadats
  • Menghilangkan najis
  • Menutup aurat
  • Masuknya waktu
  • Menghadap kiblat 
  • Niat. (Durusul Muhimmah li Amatil Ummah, Syaikh Ibnu Baaz).
Sumber : Klik Disini

kakazouli
Membahas Rukun Islam Yang Pertama

Rukun Islam yang Pertama: Syahadat Laa Ilaha Illallah Muhadarrasulullah
Makna Laa Ilaha Illallah
Makna Laa ilaha illallah adalah
لا معبد بحق الا الله
Tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Allah.

Allah Subhaanahu wata’aala berfirman:

ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ

“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena Sesungguhnya Allah, Dialah (ilah/sesembahan) yang haq dan Sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, Itulah yang batil, dan Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.” (Al-Haj : 62)

Syarat-Syarat Laa Ilaha Illallah
Syarat Laa Ilaha Illallah yang harus dipenuhi bagi orang yang mengucapkannya :
  1. Ilmu, mengilmui/memahami makna yang benar dari kalimat Laa Ilaha Illallah
  2. Yakin, menyakini makna atau kandungan kalimat Laa Ilaha Illallah
  3. Ikhlas, Ikhlas mengucapkan kalimat Laa Ilaha Illallah dan memurnikan ibadah hanya kepada Allah.
  4. Shidiq (jujur), sejalannya hati dengan kalimat Laa Ilaha Illallah yang di ucapkan, yaitu hatinya membenarkannya.
  5. Mahabbah (cinta), Mencintai kalimat ini berserta konnsekuensinya.
  6. Inqiyad (tunduk), Tunduk terhadap hak-hak kalimat Laa Ilaha Illallah
  7. Qabul (menerima), Menerima kalimat ini berserta konsekuensinya. (silahkan lihat Kitab al-Wajibat dan al-Qulul Mufiid fi Adilatit Tauhid)
Makna Muhammadarrasulullah
Makna Muhammadarrasulullaah yaitu:

 إعتراف باطنا وظاهرا أن محمدا عبد الله ورسوله إلى الناس كافة

“Pengakuan secara bathin dan secara dhahir bahwasanya Muhammad seorang hamba Allah dan utusan-Nya yang diutus untuk manusia seluruhnya.” (Aqidah Tauhid : 40)

Tentang makna ini Allah subhaanahu wata’aala berfirman :

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ

“Dan Kami tidaklah mengutusmu melainkan untuk seluruh manusia.” (As-Saba’: 28)

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا

 “Dan katakanlah (Muhammad) : ‘Hai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah kepada kamu semua.’” (Al-A’raaf : 158)

Dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda :

وَأُرْسِلْتُ إِلَى الْخَلْقِ كَافَّةً

Aku diutus untuk seluruh manusia.” (HR. Muslim)


Konsekuensi Syahadat Muhammadarrasulullah, yaitu:

طاعته فيما أمر , وتصديقه فيما أخبر , وترك ما نهى عنه وزجر , وألا يعبد الله إلا بما بلغناه رسول الله صلى الله عليه وسلم , وتقديم قوله على قول كل أحد من الناس كاإنا من كان

  1. Yaitu mentaati perintah beliau
  2. Membenarkan khabar (berita) beliau
  3. Meninggalkan perkara-perkara yang beliau larang dan beliau cegah
  4. Tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan syari’at (tuntunan) yang telah beliau sampaikan kepada kita
  5. Mendahulukan ucapan beliau daripada ucapan siapapun.” (al-Qulul Mufiid fi Adilatit Tauhid).
Sumber : Klik Disini

kakazouli
Penjelasan Ringkas Tentang Puasa

Puasa adalah ibadah yang sangat agung yang mempunyai tuntunan syar’i maka wajib bagi seorang muslim  untuk mempelajari  hukum yang berkaitan dengan puasa sehingga puasanya sesuai dengan apa yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ajarkan.

Berkata Asy-Syaikh Al ‘Allamah Shaleh Al Fauzan Hafidazhullah: “Demikanlah seharusnya seorang muslim untuk mempelajari hukum shaum (puasa), dan berbuka, waktu dan sifatnya. Sehingga dapat melaksanakan puasa sesuai dengan apa yang disyariatkan, sesuai dengan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, sehingga puasanya benar dan diterima disisi Allah, maka yang demikian itu (mempelajari puasa –pent) termasuk perkara yang penting sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: 

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرا

”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang berharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah ” (Ahdzab : 21) (Al Mulakhos Al Fiqhi : 306)

Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat untuk memahami hukum yang berkaitan dengan puasa sehingga puasa kita sesuai dengan tuntutan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.

Pengertian Shaum (puasa)
Puasa secara bahasa adalah الإمساك (menahan)

Adapun secara syar’i:
الإمساك عن المفطرات مع النية، من طلوع الفجر إلى غروب الشمس
Menahan dari segala  yang membatalkan puasa dengan disertai niat mulai dari masuknya waktu fajar hingga terbenamnya matahari. (Taisiirul Alaam Syarhu Umdatil Ahkaam, Syaikh Abdullah Al Bassam)

Hukum Puasa Ramadhan
Kewajiban   puasa ramadhan adalah perkara yang ma’ruf  diketahui  oleh kaum muslimin, berdasarkan Al Qur’an, sunnah dan ijma’, barangsiapa yang mengingkari kewajibannya maka dia  telah murtad dari agama islam.

Allah Ta’ala berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

”Wahai orang – orang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas  orang – orang sebelum kamu agar kamu bertakwa “ (Al Baqarah : 183)

Dalam sebuah hadist, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

”Islam itu dibangun diatas lima perkara, syahadat (persaksian) Laa Ilaha Illallah Muhammadarrasulullah (tidak ada Ilah/sesembahan yang haq kecuali Allah da Muhammad utusan Allah), mendirikan shalat, menunaikan zakat, pergi haji dan puasa Ramdhan” (HR. Bukhari dan Muslim)

Berkata Asy-Syaikh Al ‘Allaamah Shalih Al Fauzan Hafidzahullah: ”Kaum muslimin sepakat atas wajibnya puasa ramadhan, barangsiapa yang mengingkari kewajibannya maka dia telah kafir “ (Al Mulakhos Al Fiqhi, hlm 178)

Adapun jika meyakini kewajiban puasa dibulan ramadhan, tetapi dia tidak mengerjakannya maka hal itu merupakan dosa yang sangat besar. Sebagaimana dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Abu Umamah Al Bahili Radiyallahu ‘Anhu berkata Rasulullah shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِى رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعَىَّ فَأَتَيَا بِى جَبَلاً وَعْرًا فَقَالاَ لِىَ : اصْعَدْ فَقُلْتُ : إِنِّى لاَ أُطِيقُهُ فَقَالاَ : إِنَّا سَنُسَهِّلُهُ لَكَ فَصَعِدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِى سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا أَنَا بَأَصْوَاتٍ شَدِيدَةٍ فَقُلْتُ : مَا هَذِهِ الأَصْوَاتُ قَالُوا : هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِى فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا قَالَ قُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ قَالَ : هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ

Ketika aku tidur datang kepadaku dua orang laki-laki, mereka berdua mengambil kedua lenganku, mereka membawaku kegunung dengan jalan kasar (tidak rata), mereka berkata kepadaku mendakilah, maka aku berkata: saya tidak mampu mendakinya, mereka berkata kami akan memudahkanmu, maka aku mendakinya ketika sampai dipuncak gunung aku mendengar suara yang sangat kencang dan aku bertanya: suara apa ini? mereka berkata ini teriakan penduduk neraka, kemudian mereka membawaku ketempat yang lain, kemudian aku  melihat sebuah kaum yang tergantung dengan kaki diatas, serta mulut mereka terbelah dan mengalir darinya darah, aku berkata siapa mereka, mereka menjawab mereka adalah orang – orang yang berbuka sebelum waktu berbuka ” (HR. an-Nasa’i no 3273-, Ibnu Hibban no 7491 dan Hakim no 1568, dishahihkan oleh syaikh Muqbil di al-Jamius Shahih)

Keutamaan Bulan Ramadhan
Keutamaan bulan ramadhan sangatlah banyak diantaranya adalah:

Pertama : Bulan disyariatkannya puasa sebulan penuh

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

”Wahai orang – orang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas  orang – orang sebelum kamu agar kamu bertakwa “ (Al Baqarah : 183)

Kedua : Di buka pintu – pintu surga dan ditutup pintu – pintu neraka
 Didalam sebuah hadist, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

”Apabila datang ramadhan di buka pintu – pintu surga, ditutup pintu – pintu neraka dan dibelenggu syaithan. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radiyallahu ‘Anhu)
Ketiga : Bulan yang penuh barakah, didalamnya terdapat malam lailatul qadar. Malam yang lebih baik dari seribu bulan

Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْر

”Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemulian dan tahukah apakah malam kemulian itu ? malam kemulian itu lebih baik dari seribu bulan“ (Al Qadr : 1 – 3)

Syarat di wajibkan berpuasa
  1. Islam : Tidak sah orang kafir berpuasa sampai masuk islam.
  2. Berakal : Tidak sah orang gila sampai berakal
  3. Baligh. Anak kecil belum ada kewajiban berpuasa.
  4. Mampu untuk berpuasa. Orang sakit yang tidak mampu berpuasa tidak wajib berpuasa, begitupun bagi orang yang lanjut usia yang sudah tidak mampu berpuasa.
  5. Mukim. Tidak wajib berpuasa bagi musafir.
  6. Tidak lagi haid dan nifas : Tidak sah orang yang sedang haid dan nifas sampai bersih dari haid dan nifas                                                                                                            
Rukun Puasa
  1. Menahan dari segala sesuatu yang membatalkan puasa dari makan, minum dan jima’ serta yang lainnya
  2. Zaman (waktu) yaitu siang hari di bulan ramadhan, yaitu dari masuknya waktu fajar hingga terbenamnya matahari. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْر

"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar (Al Baqarah : 187)".

Yang membatalkan Puasa
Pertama: Makan dan minum dengan sengaja, adapun kalau lupa tidaklah membatalkan puasa, sebagaimana dalam sebuah hadist dari Abu Hurairah Radiyallallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

مَنْ نَسِىَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ

”Barangsiapa yang lupa makan dan minum padahal dia sedang berpuasa maka sempurnakanlah puasanya, bahwasannya Allah telah memberinya makan dan minum ” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kedua: Keluar mani dengan sebab, mencium, sentuhan atau onani adapun jika dikarenakan mimpi tidaklah membatalkan puasa.

Berkata asy-Syaikh Al ‘Allamah Shalih Al Fauzan Hafidzahullah: “Orang yang tidur apabila bermimpi dan keluar mani, maka tidak mengapa, puasanya shahih (benar/sah-ed) dikarenakan yang demikian terjadi tanpa usahanya, tetapi wajib atasnya mandi dari janabah “ (Al Mulakhos Al Fiqhi : 182)

Ketiga: Jima’ disiang hari di bulan ramadhan
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radiyallahu ‘Anhu berkata : “Kami duduk disisi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tiba tiba  datang seseorang laki laki dan berkata : Wahai Rasulullah, celakalah aku, berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam apa yang membuat kamu celaka? aku menjimai istriku sedang aku dalam keadaan berpuasa, (dalam riwayat lain aku menjimai istriku di bulan ramadhan) Berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam apakah kamu mempunyai budak untuk dibebaskan? Berkata laki-laki tersebut tidak, berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam apakah kamu bisa berpuasa dua bulan berturut – turut, berkata laki-laki tersebut, Tidak. Berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam: apakah kamu bisa memberi makan kepada 60 orang miskin, berkata laki-laki tersebut tidak, Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, diam, diantara kamipun seperti itu juga (diam -pent). Sesaat kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diberi satu keranjang bersisi kurma, berkata  Rasulullah: dimana orang yang bertanya tadi ? berkata orang tersebut : saya, berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ambilah ini shadaqahkanlah dengannya, maka berkatalah laki – laki tersebut, apakah saya menshadaqahkan kepada orang yang lebih faqir daripadaku, demi Allah adakah diantara dua bukit ini penghuni rumahnya yang lebih faqir dari penghuni rumahku! maka Rasulullah tertawa, sampai terlihat gigi geraham (bagian yang depan), kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: beri makanlah dengannya keluargamu (HR. Bukhari dan Muslim)

Keempat: Haid dan Nifas
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ قُلْنَ بَلَى قَالَ فَذَلِكَ مِنْ نُقْصَانِ دِينِهَا

”Bukakankah jika haid dia tidak shalat dan tiadak berpuasa? maka kami berkata, benar. inilah bentuk kekurangan pada agamanya“ (HR. Muslim)

Kelima: Muntah dengan sengaja
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

مَنْ ذَرَعَهُ قَىْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ

”Barangsiapa yang muntah dengan tanpa disengaja dan dia dalam keadaan puasa –pent tidak ada qada baginya dan apabila disengaja untuk muntah maka wajib baginya qada’ “ (HR. Abu Dawud dishahihkan oleh Syaikh al-AlBani di Shahih Sunan Abu Dawud no 2083)

Keenam: Murtad
Allah Ta’ala berfirman :

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

”Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu“ (Az Zummar:65)
Orang – orang yang dibolehkan berbuka di bulan ramadhan dan Kewajiban yang harus mereka lakukan.

Disebutkan oleh Ibnu Qudamah Rahimahullah: “Di bolehkan seseorang untuk tidak berpuasa pada 4 macam keadaan:
  • Orang sakit yang jika berpuasa akan membahayakan dirinya dan musafir yang boleh menqasar shalat, berbuka bagi keduanya lebih utama, wajib bagi keduanya menqada (mengganti puasa di hari yang lain), jika keduanya berpuasa maka puasanya sah.
  • Wanita yang sedang haid dan nifas, maka wajib baginya untuk meninggalkan puasa dan membayar qada’,  jika keduanya berpuasa maka tidak sah puasanya. 
  • Wanita hamil dan menyusui, jika khawatir akan keselamatan dirinya maka bagi keduanya boleh berbuka dan wajib qada (mengganti dengan puasa dihari lain –pent), jika keduanya khawatir atas anaknya maka boleh berbuka dan wajib qada serta memberi makan setiap hari kepada orang miskin. 
  • Orang yang tidak mampu puasa, seperti orang tua atau orang sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya, maka baginya memberi makan setiap hari kepada orang miskin. (Umdatul Fiqih Ibnu Qudamah : 47 – 48)
Alhamdulillah itulah penjelasan ringkas yang terkait dengan puasa ramadhan, semoga bermanfaat untuk kita semua. Wallahu a’alam bish shawwab.
Ditulis oleh Abu Ibrahim ‘Abdullah al-Jakarty

Sumber : Klik Disini

kakazouli

Join & Follow Me

Seo Services