About

Seo Services
Sunnah-sunnah Setelah Sholat Jumat

 

Sunnah-sunnah Setelah Sholat Jumat


Setelah shalat Jumat, jamaah disunnahkan membaca dzikir dan mengerjakan shalat sunnah ba’diyah Jumat baik saat di masjid atau ketika telah berada di rumah.

Menurut riwayat, Nabi Muhammad SAW mengerjakan shalat sesudah shalat jumat dua rakaat di rumahnya. (HR. Al Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah)

Di hari Jumat kita diperintahkan untuk memperbanyak shalawat atas Nabi SAW. Dari Abu Umamah , Rasulullah SAW bersabda,

Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jumat. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku setiap Jumat. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti”. (HR. Baihaqi).

Kebiasaan Nabi yang lain pada setiap hari Jumat adalah membaca surat Al Kahfi, rentang waktunya dimulai sejak terbenamnya matahari di hari Kamis hingga terbenamnya matahari di hari Jumat.

Rasulullah bersabda,

Barangsiapa membaca surat al Kahfi pada hari Jumat, akan bersinar baginya cahaya antara dirinya dan Baitul Haram”. (HR. Baihaqi).

Datang ke masjid lebih awal juga merupakan perbuatan yang utama bagi laki-laki yang akan menunaikan shalat jamaah Jumat. Sebagaimana sebuah hadist yang menyebutkan, dari Abu Hurairah berkata,  Rasulullah SAW bersabda,

Pada hari Jumat di setiap pintu masjid ada beberapa malaikat yang mencatat satu persatu orang yang hadir sholat jumat sesuai dengan kualitas kedudukannya. Apabila imam datang atau telah naik mimbar, maka para malaikat itu menutup lembaran catatan tersebut lalu mereka bersiap-siap mendengarkan khotbah sholat Jumat. Orang yang datang lebih awal diumpamakan seperti orang yang berqurban seekor unta gemuk, orang yang datang berikutnya seperti yang berqurban sapi  dan orang yang datang berikutnya seperti orang yang berqurban kambing. Yang datang selanjutnya seperti orang yang bersedekah seekor ayam dan berikutnya yang terakhir seperti orang yang bersedekah dengan sebutir telur. (HR. Bukhori).
Sumber : Klik Disini

kakazouli Jumat, 24 April 2015
Keutamaan Sholat Jumat

 

Keutamaan Sholat Jumat dan Sejarah Sholat Jumat

Keutamaan hari Jumat dalam Islam adalah hari Jumat merupakan penghulunya hari (sayyidul ayyam), seperti yang disebutkan dalam sebuah hadist dari Aus bin ‘Aus, Rasulullah bersabda,

Sesungguhnya diantara hari kalian yang paling utama adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan dan pada hari itu pula Adam diwafatkan, di hari itu tiupan sangkakala pertama dilaksanakan, di hari itu pula tiupan kedua dilakukan”. (HR. Abu Daud, An Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad). 

Sehingga hikmah sholat Jumat sangat besar sekali.

Sunnah Jumat (Hal-hal yang dilakukan di hari  Jumat)

Setelah mengetahui bahwa shalat Jumat hukumnya wajib bagi laki-laki serta memahami keutamaan sholat Jumat selain sebagai penambah pahala juga sebagai penghapus dosa, maka yang kemudian harus diketahui adalah hal-hal yang disunnahkan oleh Nabi sebelum dan sesudah melakukan shalat Jumat di masjid.

Sunnah-sunnah Sebelum Sholat Jumat

  1. Mandi 
  2. Memotong kuku dan mencukur kumis
  3. Memakai pakaian yang rapi dan bersih ( lebih diutamakan berwarna putih )
  4. Memakai wangi-wangian. Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat dan memakai pakaian yang terbaik yang dimiliki, memakai harum-haruman jika ada, kemudian pergi melaksanakan shalat Jumat dan di sana tidak melangkahi bahu manusia lalu mengerjakan shalat Sunnah, kemudian imam datang dan ia diam sampai selesai shalat jumat maka perbuatannya itu akan menghapuskan dosa antara jumat itu dan jumat sebelumnya
  5. Berdoa ketika keluar rumah
  6. Segera menuju masjid dengan berjalan kaki perlahan-lahan dan tidak banyak bicara.
  7. Ketika masuk ke masjid melangkah dengan kaki kanan dan membaca doa.
  8. Melaksanakan shalat sunnah tahiyatul masjid. 
  9. I’tikaf sambil membaca Al Qur’an, berdzikir atau bersholawat  ketika khatib belum naik ke mimbar, namun bila khatib telah naik ke mimbar hendaknya para jamaah menghentikan dzikir atau bacaan Al Qur’an dan mendengarkan khotbah jumat.
Sumber : Klik Disini

kakazouli
Penjelasan Sholat Jumat

 

Pengertian Sholat Jumat

Sholat Jumat adalah sholat 2 rokaat yang dilakukan di hari Jumat secara berjamaah setelah khutbah Jumat setelah masuk waktu Dhuhur.


Hukum Sholat Jumat

Hukum sholat jumat bagi laki-laki adalah wajib. Hal ini berdasarkan dalil sholat Jumat yang diambil dari Al Qur’an, As-Sunnah dan ijma atau kesepakatan para ulama. Dalilnya adalah surat Al Jumu’ah ayat 9 yang berbunyi,

Hai orang-orang yang beriman, apabila diserukan untuk menunaikan sholat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli."

Sedangkan hadist Nabi yang memerintahkan untuk melaksanakan sholat Jumat adalah dari hadist Thariq bin Syihab yang bunyinya,

Jumatan adalah hak yang wajib atas setiap muslim dengan berjamaah, selain atas empat (golongan), yakni budak sahaya, wanita, anak kecil atau orang yang sakit." (HR. Abu Dawud)


Yang Diwajibkan Sholat Jumat

Hal-hal yang perlu diketahui tentang siapakah yang diwajibkan untuk melakukan sholat Jumat, berikut penjelasannya.

  1. Muslim yang sudah baligh dan berakal. Meski anak laki-laki yang belum baligh belum mendapatkan kewajiban untuk melaksanakan sholat Jumat namun hendaknya anak laki-laki yang sudah mumayyiz (berumur sekitar 7 tahun ) maka orang tua atau walinya diminta untuk memerintahkan anak tersebut menghadiri sholat Jumat.
  2. Laki-laki. Tidak ada kewajiban melakukan sholat Jumat bagi perempuan. Maka hukum sholat Jumat bagi wanita adalah mubah.
  3. Orang yang merdeka, bukan budak sahaya. Pada poin ini, terdapat perbedaan pendapat antar ulama, karena berdasarkan hadist, hamba sahaya atau budak tidak wajib melakukan sholat Jumat. Dasar pemikirannya adalah karena tuannya sangat memerlukan tenaganya sehingga sang hamba sahaya tidak dapat leluasa melakukan sholat Jumat. Namun sebagian ulama menyatakan, bila majikannya mengizinkan dirinya untuk melakukan sholat Jumat maka sang hamba sahaya wajib menghadiri sholat Jumat tersebut karena tidak ada lagi uzur yang menghalangi. Pendapat ini dikuatkan oleh as-Syaikh Muhammad bin Shalih as-‘Utsaimin (Asy-SyarhulMumti’ 5/9).
  4. Orang yang menetap dan bukan musafir ( orang yang sedang bepergian ). Dasar pemikirannya adalah ketika Rasulullah SAW dahulu melakukan safar atau bepergian, beliau tidak melakukan sholat Jumat dalam safarnya. Pun ketika Nabi SAW menunaikan haji wada’ di Padang Arafah ( wukuf ) pada hari Jumat beliau menjama’ sholat dhuhur dan ashar dan tidak melakukan shalat Jumat.
  5. Orang yang tidak memiliki halangan atau uzur yang dapat mencegahnya menghadiri shalat Jumat. Apabila orang tersebut memiliki halangan, maka dia hanya wajib melakukan sholat dhuhur saja. Diantara orang yang memiliki uzur dan diperbolehkan meninggalkan shalat Jumat adalah seseorang yang memiliki tanggung jawab keamanan dan kemaslahatan umat, diantaranya adalah petugas keamanan, dokter dan sebagainya.
  6. Orang sakit yang membuatnya tidak mampu menghadiri shalat Jumat dan akan menemui kesulitan untuk melaksanakan bukan sekedar perkiraan, seperti terkena diare misalnya, maka diperbolehkan tidak melakukan shalat Jumat. 
Maka bagi yang diwajibkan sholat Jumat sebagaimana di atas namun tidak mengerjakan dengan uzur syar’i, hukum meninggalkan sholat Jumat adalah haram.

Sumber : Klik Disini

kakazouli
Membahas Rukun Islam Yang Kelima

Rukun Islam yang Kelima : Pergi Haji Kebaitullah Bagi yang Mampu

Pengertian haji, secara bahasa:
القصد
“Bermaksud”

Secra syar’i:
القصد إلى البيت الحرام، لأعمال مخصوصة، في زمن مخصوص

“Bermaksud pergi kebaitullah untuk melaksankan amalan-amalan tertentu di waktu tertentu.” (Taisirul ‘Alaam, hlm 418)

Dalil di wajibkannya haji
Allah Subhaanahu wata’ala berfirman :
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (Ali Imran : 97)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا

“Wahai manusia, sungguh Allah telah memfardhukan (mewajibkan) atas kalian haji, maka berhajilah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Barangsiapa yang mengingkari kewajiban haji kebaitullah sungguh dia telah kafir, dan barangsiapa yang mampu berhaji namun tidak pergi haji maka dia telah melakukan dosa besar. Haji diwajibkan seumur hidup sekali, lebih dari itu hukumnya sunnah.

Diwajibkan seseorang menunaikan ibadah haji dengan beberapa syarat
  1. Islam tidak wajib bagi orang kafir dan tidak sah.
  2. Berakal, tidak wajib bagi orang gila dan tidak sah pada saat gilanya.
  3. Baligh, tidak wajib bagi anak kecil
  4. Merdeka, tidak wajib bagi seorang budak.
  5. Memiliki kemampuan. Orang yang tidak mampu tidak wajib haji. (al-fiqh al-muyasar, hlm 174. Dengan diringkas)

Haji mempunyai rukun yang harus dikerjakan,
  1. Ihram, yaitu niat masuk dalam rangkaian ibadah haji. Dikarenakan haji ibadah semata tidak sah tanpa niat menurut ijma kaum muslimin dan niat tempatnya dihati.
  2. Wuquf di Arafah. Ini adalah rukun haji menurut ijma (kesepakatan) ulama
  3. Thawaf Ifadhah. Ini adalah rukun menurut ijma (kesepakatan) ulama
  4. Sa’i antara Shafa dan Mar’wah. (al-fiqh al-muyasar, hlm 174. dan Ash-Shahih minal Atsar Fi Khutbatil Mimbar, hlm 179)

Perkara-perkara wajib yang harus dikerjakan pada saat haji
  1. Ihram dari miqat (tempat tetentu yang telah ditetapkan dalam syar’iat)
  2. Wukuf di arafah sampai malam bagi orang yang datang pada siang hari
  3. Mabit (bermalam) di Muzdalifah pada malam an-nahr (idul qurban)
  4. Mabit di Mina pada hari-hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijah).
  5. Melempar jumrah secera  berurutan
  6. Menggundul rambut atau mencukur seluruh rambut kepala. Adapun wanita cukup memotong sepanjang ruas jari dari rambut kepalanya.
  7. Tawaf wada’ (silahkan lihat al-fiqh al-Muyasar, hlm 187 dan Ash-Shahih minal Atsar Fi Khutbatil Mimbar, hlm 179).
Sumber : Klik Disini

kakazouli
Membahas Rukun Islam Yang Keempat

Rukun Islam yang Keempat: Puasa dibulan ramadhan

Pengertian puasa, secara bahasa:

الإمساك عن السيئ

“Menahan dari sesuatu” (al-Fiqh al-Muyasar, hlm 151).

Secara syar’i:

التعبد لله سبحانه وتعالى بالإمساك عن الأكل, والشرب, وسائر المفطرات, من طلوع الفجر إلى غروب الشمس

“Beribadah kepada Allah dengan menahan dari makan, minum dan seluruh pembatal puasa dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.” (Syarhul Mumti’:6/298).).

Dalil di wajibkannya puasa di bulan ramadhan

Allah Subhaanahu wata’ala berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

”Wahai orang – orang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas  orang – orang sebelum kamu agar kamu bertakwa “ (Al Baqarah : 183).

Dalil dari hadits,

أَنَّ أَعْرَابِيًّا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَائِرَ الرَّأْسِ …. فَقَالَ أَخْبِرْنِي مَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصِّيَامِ فَقَالَ شَهْرَ رَمَضَانَ إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا

Bahwasannya seorang arab badui datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam  yang telah beruban rambutnya seraya berkata:  “….. Ya Rasulullah beritahukan kepadaku puasa yang Allah fardhukan (wajibkan -ed) kepadaku.” Beliau shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab:“Puasa Ramadhan kecuali kalau engkau mau yang tathawwu’ (puasa Sunnah).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Barangsiapa mengingkari kewajiban puasa di bulan ramadhan sungguh dia telah kafir, adapun jika meyakini kewajiban puasa dibulan ramadhan tetapi dia tidak mengerjakannya maka hal itu merupakan dosa yang sangat besar. Sebagaimana dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Abu Umamah Al Bahili Radiyallahu ‘Anhu berkata Rasulullah shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِى رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعَىَّ فَأَتَيَا بِى جَبَلاً وَعْرًا فَقَالاَ لِىَ : اصْعَدْ فَقُلْتُ : إِنِّى لاَ أُطِيقُهُ فَقَالاَ : إِنَّا سَنُسَهِّلُهُ لَكَ فَصَعِدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِى سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا أَنَا بَأَصْوَاتٍ شَدِيدَةٍ فَقُلْتُ : مَا هَذِهِ الأَصْوَاتُ قَالُوا : هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِى فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا قَالَ قُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ قَالَ : هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ

”Ketika aku tidur datang kepadaku dua orang laki-laki, mereka berdua mengambil kedua lenganku, mereka membawaku kegunung dengan jalan yang kasar (tidak rata), mereeka berkata kepadaku mendakilah, maka aku berkata: saya tidak mampu mendakinya, mereka berkata kami akan memudahkanmu, maka aku mendakinya ketika sampai dipuncak gunung aku mendengar suara yang sangat kencang dan aku bertanya: suara apa ini? mereka berkata ini teriakan penduduk neraka, kemudian mereka membawaku ketempat yang lain, kemudian saya melihat sebuah kaum yang tergantung dengan kaki di atas, serta mulut mereka terbelah dan mengalir darinya darah, aku berkata siapa mereka, mereka menjawab mereka adalah orang – orang yang berbuka sebelum waktu berbuka ” (HR. an-Nasa’i no 3273-, Ibnu Hibban no 7491 dan Hakim no 1568 di shahihkan oleh syaikh Muqbil al-Jami’ Shahih:2/421-422)

Syarat diwajibkan seseorang berpuasa pada bulan ramadhan :
 
  • Islam : Tidak sah orang kafir berpuasa sampai masuk islam. 
  • Berakal : Tidak sah orang gila sampai berakal
  • Baligh, anak kecil tidak wajib puasa.
  • Mampu berpuasa, orang yang sakit yang tidak mampu berpuasa tidak wajib berpuasa, begitupun bagi orang yang sudah lanjut usia yang sudah tidak mampu berpuasa.
  • Mukim, tidak wajib berpuasa bagi musafir.
  • Tidak lagi haid dan nifas : Tidak sah orang yang sedang haid dan nifas sampai bersih dari haid dan nifas. (Fiqih Muyyasar dengan diringkas, hlm 153)

Perkara-Perkara yang Membatalkan Puasa
  • Makan dan minum dengan sengaja, jika lupa tidak membatalkan puasa. 
  • Keluar mani dengan sebab, mencium, sentuhan atau onani adapun jika dikarenakan mimpi tidaklah membatalkan puasa.
  • Jima’ (melakukan hubungan suami istri) disiang hari di bulan ramadhan.
  • Haid dan Nifas
  • Muntah dengan sengaja. Mayoritas ulama berpendapat bahwa muntah dengan sengaja membatalkan puasa.
  • Murtad

Sumber : Klik Disini

kakazouli
Membahas Rukun Islam yang Ketiga


Rukun Islam yang Ketiga: Menunaikan Zakat
Pengertian Zakat, secara bahasa : 

النماء و الزيادة
“Berkembang dan tambahan”

Secara syar’i :

عبادة عن حق يجب في المال الذي بلغ نصابا معينا بشورط مخصوصة, لطائفة مخصوصة

“Sebuah ibadah dari hak yang diwajibkan atas harta yang telah mencapai nishab (ukuran) tertentu dengan syarat-syarat tertentu dikeluarkan kepada sekelompok orang tertentu.” (al-Fiqh al-Muyasar, hlm137).


Dalil di wajibkannya zakatAllah Subhaanahu wata’aala berfirman:

وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (al-Baqarah:110)

Allah Subhaanahu wata’aala berfirman :

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (at-Taubah:103)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ
“Aku diuntus untuk memerangi manusia sampai dia bersyahadat Laa Ilaha Illallah (tidak ada ilah/sesembahan yang haq kecuali Allah) dan Muhammadarrasulullah (Muhammad utusan Allah), mendirikan shalat, menunaikan zakat apabila mereka melakukan hal itu terjaga dariku darah mereka, harta mereka kecuali hak islam dan perhitungan disisi Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Barangsiapa yang mengingkari kewajiban zakat sungguh dia telah kafir. Dan barangsiapa yang mempunyai kewajiban zakat namun tidak mengeluarkannya maka dia telah berbuat dosa besar. Allah Subhaanahu wata’aala berfirman:

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka :

 “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (at-Taubah:34-35).

Zakat dalam syariat kita tebagi menjadi dua:

    Zakatul Am-Waal (zakat harta) yaitu yang terkait dengan harta.
    Zakatul Abdaan (zakat badan) yaitu yang terkait dengan badan yaitu zakat fitrah.

Zakat am-Waal (harta) diwajibakan dengan syarat-syarat tertentu

    Islam, tidak wajib bagi orang kafir
    Orang merdeka, tidak wajib bagi seorang budak
    Mencapai nishabnya (kadar harta) yang wajib dizakati
    Sempurna haulnya (telah sempurna satu tahun)

Harta yang wajib untuk keluarkan zakatnya

    Bahiimatul An’aam (hewan ternak) yaitu unta, sapi dan kambing.
    An-Naqdan (dua mata uang), yaitu emas dan perak. Dan yang mempunyai kedudukan seperti itu, seperti uang kertas yang digunakan pada hari/masa ini.
    Harta perdagangan, yaitu setiap apa yang dipersiapkan untuk jual beli dengan tujuan mencari untung.
    Yang keluar dari bumi, terdiri dari khintah, syair, zabiib (kismis, anggur yang dikeringkan) dan tamr (kurma)



 Zakatul Abdaan yaitu zakat fitrah, diwajibkan dengan dua syarat

    Islam
    Adanya kelebihan dari makanan pokok dari kebutuhannya untuk hari ied dan malamnya (al-Fiqih al-Muyasar, hlm 143)



Kepada siapa zakat dikeluarkan

    Zakatul amwal (harta)

Untuk zakat harta dikeluarkan kepada delapan golongan yang Allah sebutkan dalam surat at-taubah

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ

فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (at-Taubah:60)

    Zakatul Fitr

Sebagian ulama berpendapat dikeluarkan kepada orang miskin. Dan insya Allah ini pendapat yang terpilih berdasarkan hadits Ibnu Abbas
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم– زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً

لِلْمَسَاكِينِ

“Rasulullah mewajibkan zakat fithri, pensuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia, yang jelek dan (memberi) makanan bagi orang miskin.” (HR. Abu Dawud no 1609 dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani di shahih sunnan Abi Dawud no 1420).

Sumber : Klik Disini

kakazouli
Membahas Rukun Islam Yang Kedua


Rukun Islam yang Kedua: Mendirikan Shalat

Pengertian Shalat, secara bahasa:  الدعاء (doa)

Dan secara syar’i:
عبادة ذات أقوال وأفعال مخصوصة, مفتتحة بالتكبير ومختتمة بالتسليم مع النية

“Ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu yang dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam disertai niat.”  (Al-Fiqh al-Muyasar, hlm 59).

Dalil di wajibkannya shalat

Allah subhaanahu wata’aala berfirman :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.“ (Al-Bayyinah : 5)



Dalam  sebuah hadits :
أَنَّ أَعْرَابِيًّا جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَائِرَ الرَّأْسِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي مَاذَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا

Bahwasannya seorang arab badui datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam yang telah beruban rambutnya seraya berkata:  “Ya Rasulullah beritahukan kepadaku shalat yang Allah fardhukan (wajibkan -ed) kepadaku.” Beliau shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Shalat yang lima (waktu) kecuali kalau engkau mau yang tathawwu’ (shalat Sunnah).” (HR. Bukhari dan Muslim).

Barangsiapa yang mengingkari kewajiban shalat maka sungguh dia telah kafir menurut kesepakatan para ulama dan barangsiapa meninggalkan shalat dengan sengaja sungguh dia telah melakukan perbuatan dosa besar bahkan sebagian ulama mengatakan dia telah melakukan perbuatan kekafiran walaupun dia menyakini kewajibannya dan ini pendapat yang benar, berdasarkan dalil-dalil yang ada, dan diantaranya. Allah Subhaanahu wata’aala berfirman :

وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَلا تَكُونُوا مِنَ المُشْرِكِينَ

“Serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.”   (ar-Ruum : 31)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ

“Sesungguhnya pembatas antara seseorang dan kesyirikkan dan kekufuran adalah meninngalkan shalat.” (HR. Muslim)

 Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjajian antara kami dengan mereka adalah shalat, barangsiapa yang meninggalkan shalat sungguh dia telah kafir.” (HR. An-Nasai, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Berkata asy-Syaikh Al ‘Allamah Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah: ”Kami mendapati didalam Al-kitab (Al-Qur’an) dan as-Sunnah dalil keduanya menunjukkan atas kafirnya orang yang meninggalkan shalat, dengan kekufuran yang besar yang mengeluarkan pelakunya dari agama islam.” (Hukmu Taarikis Shalah, Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin: 6)

Syarat-syarat Shalat
  • Islam 
  • Berakal
  • Tamyiz (dapat membedakan yang baik dan yang buruk)
  • Menghilangkan hadats
  • Menghilangkan najis
  • Menutup aurat
  • Masuknya waktu
  • Menghadap kiblat 
  • Niat. (Durusul Muhimmah li Amatil Ummah, Syaikh Ibnu Baaz).
Sumber : Klik Disini

kakazouli

Join & Follow Me

Seo Services